KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke
hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuasaan dan petunjuk-Nya dalam
menyelesaikan tugas ini dengan Tema “PSIKOLOGI KOGNITIF” yang berjudul “INTELIGENSI”
Selanjutnya salawat beriringkan
salam penulis persembahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat
manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari akan kurangnya
pengetahuan, pengalaman serta keterbatasan lainnya baik dari segi isi,
pembahasan, dan susunan rangkaian kalimat-kalimatnya. Oleh karena itu, dengan
berbesar hati penulis mengharapkan dan menghargai kritik dan saran-saran yang
sifatnya membangun untuk menyempurnakan tulisan ini.
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT
kita mohon ampun, semoga selalu memberikan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.
Banda
Aceh,22 Desember 2012
DAFTAR ISI
Kata pengantar
.........................................................................................................................................1
Daftar isi ..................................................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan
..................................................................................................................................3
·
Latar belakang
...................................................................................................................3
·
Tujuan
...............................................................................................................................3
·
Rumusan masalah
..............................................................................................................3
BAB II
Pembahasan .................................................................................................................................4
A.
Inteligensi
sebagai Kemampuan ...............................................................................................4
B.
Karakteristik
Perilaku Inteligen
.................................................................................................5
C.
Peran
Inteligensi bagi kehidupan manusia
................................................................................12
D.
Inteligensi
Sebagai Faktor Genetik atau Lingkungan..................................................................13
BAB III Penutup......................................................................................................................................14
·
Kesimpulan .....................................................................................................................14
Daftar
pustaka
........................................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Psikologi
kognitif adalah salah satu cabang dari ilmu psikologi yang khusus mempelajar
tentang kognisi. Kognisi sendiri adalah proses fikir/berpikir. Kognisi terdiri
dari berbagai macam jenisnya. Antara lain persepsi, ingatan, pengetahuan umum,
pembentukan konsep, penalaran, pembuatan keputusan, pemecahan
masalah, inteligensi, kreativitas, dan lain-lain.
Makalah
ini akan menjelaskan secara khusus tentang salah satu aspek dari kognisi, yaitu
inteligensi. Inteligensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran atau
intelektual manusia. Inteligensi merupakan bagian dari proses-proses kognitif
pada urutan yang lebih tinggi (higher
order cognition). Secara umum inteligensi sering disebut kecerdasan, sehingga
orang yang memiliki inteligensi yang tinggi sering disebut orang cerdas atau
jenius.
Makalah
ini akan menjelaskan tentang inteligensi sebagai kemampuan, bagaimanakah
perilaku inteligen itu, teori-teori inteligensi, indikator perilaku inteligen
dalam pemrosesan informasi.
B.
Tujuan
- Untuk
mengetahu tentang inteligensi sebagai kemampuan
- Untuk
menjelaskan tentang perilaku inteligen
- Untuk
mengetahui macam-macam teori inteligensi
- Untuk
mengetahui indikator perilaku inteligen di dalam memproses informasi
- Untuk menyelesaikan tugas makalah
psikologi umum
C. Rumusan Masalah
- Bagaimanakah
penjelasan dari inteligensi sebagai kemampuan?
- Apakah
yang dimaksud perilaku inteligen?
- Apa
sajakah macam teori inteligensi?
- Bagaimanakah
penjelasan dari masing-masing teori inteligensi?
- Apa
sajakah indikator perilaku inteligen di dalam memproses informasi?
BAB II
PEMBAHASAN
Inteligensi
adalah salah satu kemampuan mental, pikiran atau intelektual manusia.
Inteligensi merupakan bagian dari proses-proses kognitif pada urutan yang lebih
tinggi (higher order cognition).
Secara umum inteligensi sering disebut kecerdasan, sehingga orang yang memiliki
inteligensi yang tinggi sering disebut orang cerdas atau jenius.
Para
ahli belum ada kesatuan pendapat tentang definisi inteligensi. Menurut Solso
(1988), Inteligensi adalah kemampuan memperoleh dan menggali pengetahuan;
menggunakan pengetahuan untuk memahali konsep-konsep konkret dan abstrak, dan
menghubungkan di antara objek-objek dan gagasan-gagasan; menggunakan pengetahuan
dengan cara-cara yang lebih berguna (in
a meaningful way) atau efektif.
A.Inteligensi sebagai Kemampuan
Nickerson, Perkins, dan Smith (dalam Solso, 1988) membuat
daftar kemampuan yang mereka percayai sebagai representasi dari inteligensi
manusia. Sebagai berikut:
- Kemampuan
Mengklasifikasikan Pola-pola Objek
Orang dengan inteligensi normal mampu mengenali dan
mengklasifikasikan stimulus-stimulus yang tidak identik ke dalam satu kelas
atau rumpun.
- Kemampuan
Beradaptasi (Kemampuan Belajar)
Kemampuan belajar dan memodifikasi perilaku agar dapat
beradaptasi dengan lingkungan merupakan hal yang penting bagi inteligensi
manusia.
- Kemampuan
Menalar secara Deduktif
Orang yang inteligen mampu menarik kesimpulan tertentu
berdasarkan premis-premis yang mendahului.
- Kemampuan
Menalar secara Induktif
Penalaran Induktif meminta seseorang menarik kesimpulan di
balik informasi yang diberikan atau terbatas. Penalaran ini meminta seseorang
untuk menemukan aturan-aturan atau prinsip-prinsip tertentu berdasarkan
contoh-contoh khusus.
- Kemampuan
Mengembangkan dan Menggunakan Konsep
Meliputi bagaimana seseorang membentuk suatu kesan-pemahaman
mengenai cara-cara suatu objek bekerja atau berfungsi, dan bagaimana
menggunakan model itu untuk memahami dan menginterpretasi kejadian-kejadian.
- Kemampuan
Memahami
Berkaitan dengan kemampuan melihat adanya hubungan atau
relasi dalam suatu permasalahan, dan kegunaan-kegunaan hubungan ini bagi
pemecahan masalah itu. Keabsahan kemampuan memahami ini merupakan bagian yang
menonjol di dalam tugas-tugas pada tes inteligensi.
B.Karakteristik
Perilaku Inteligen
Wechsler (1975), ada tiga karakteristik perilaku inteligen (intelligent behavior).
1) Adanya kesadaran (condition of awareness).
Orang menyadari tindakan-tindakannya dan cara-cara yang ditempuh,
hal ini berbeda dengan perilaku instink dan reflek.
2) Perilaku inteligen selalu
mempunyai tujuan atau diarahkan pada sasaran tertentu (goal directed), bukan dilakukan secara acak (random).
3) Perilaku inteligen adalah
rasional; kemampuan untuk berpikir logis dan konsisten, sehingga dapat
dipahami.
4) Perilaku inteligen harus
memiliki nilai (makna) dan kegunaan, paling sedikit hal ini menurut kesepakatan
pendapat kelompok.
Sternberg (1985), melakukan penelitian kepada 200 objek penelitian
dan kepada mereka diberikan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan
beberapa karakteristik perilaku inteligen. Dan hasilnya karakteristik perilaku
inteligen dibedakan menjadi tiga dimensi, yaitu:
- Dimensi 1. Kemampuan memecahkan masalah
praktis
- Cenderung
melihat kesinambungan tujuan dan menyelesaikannya.
- Mampu
membedakan dengan baik antara jawaban yang benar dan yang salah.
- Memiliki
kemampuan memecahkan masalah dengan baik.
- Memiliki
kemampuan mengubah arah dan menggunakan prosedur yang lain.
- Memiliki
rasionalitas: kemampuan menalar secara jernih.
- Mampu
menerapkan pengetahuan untuk masalah-masalah khusus.
- Memiliki
kemampuan yang unik dalam memandang suatu maslah atau situasi dan
memecahkannya.
- Memiliki
pikiran yang logis.
- Dimensi 2. Keseimbangan dan integrasi
intelektual
- Memiliki
kemampuan untuk mengorganisasikan adanya kesamaan-kesamaan dan
perbedaan-perbedaan.
- Membuat
hubungan-hubungan dan perbedaan-perbedaan antara berbagai gagasan dan
segala hal.
- Mendengarkan
(memperhatikan) semua segi dari suatu issue.
- Mampu
memahami gagasan-gagasan yang abstrak dan memfokuskan pikirannya kepada
gagasan-gagasan itu.
- Mampu
melihat segala hal dan menemukan benang merahnya.
- Cepa
mengerti atau tanggap terhadap suatu persoalan.
- Memiliki
kemampuan untuk mengintegrasikan informasi.
- Memiliki
kemampuan untuk memahami situasi-situasi yang kompleks.
- Dimensi 3. Inteligensi konstektual
- Belajar,
mengingat, dan memperoleh informasi dari kesalahan-kasalahan dan
keberhasilan-keberhasilan masa lalu.
- Memiliki
kemampuan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungannya.
- Mengetahui
apa yang harus dilakukan di dalam kehidupan ini.
Sternberg menyimpulkan bahwa sebenarnya orang-orang yang
telah memiliki teori mengenai perilaku-perilaku yang dianggap inteligen atau
cerdas yang disebut informal theory of
intelligence (teori informal tentang inteligensi).
- Teori-teori
Intelegensia
Teori Faktor
Spearman mengembangkan teori dua faktor dalam kemempun
mental manusia. Pertama adalah faktir kemampuan umum yang disebut faktor “g”.
Kemampuan menyelesaikan tugas atau masalag secara umum, misalnya kemampuan
mengerjakan soal-soal matematika. Kedua adalah kemampuan khusus yang disebut
faktor “s”; kemampuan menyelesaikan masalah atau tugas-tugas khusus, misalnya
mengerjakan sosl-soal perkalian atau penambahan dalam matematika.
Cettel (dalam Hakstian dan Cettel, 1978) mengembangkan teori
triadik tentang struktur kemampuan mental, yang meliputi: kapabilitas umum,
kemampuan provincial, kemampuan agensi. Teori triadic ini didukung oleh hasil
penelitian Hakstian dan Cettel.
·
Teori
Struktur Intelektual
Salah satu teori faktor yang cukup komplek dan terkenal
adalah teori struktur intelektual yang dikembangkan oleh Guilford (1967,1985).
Menurut teori SOI (Structure of intellect) ini, inteligensi didefinisikan sebagai
suatu kumpulan yang sistematik mengenai kemampuan-kemampuan atau fungsi-fungsi
intelektual untuk memproses informasi yang beraneka macam di dalam berbagai
bentuk. Istilah kemampuan ini digunakan di dalam konteks perbedaan-perbedaan
individu dan fungsi-fungsi bagi perilaku individu.
Definisi inteligensi ini mengandung implikasi, bahwa
masing-masing kemampuan dasar diidentifikasi melalui konjungsi tiga variable
atau facets. Tiap tiap kemampuan memiliki jenis keunikan tersendiri di dalam
aktivitas mental atau pikiran (operation), isi informasi (content), dan hasil
informasi ( product).
Penjelasan mengenai ketiga dimensi dari inteligensi manusia
menurut teori structural:
Operasi Mental (Proses Befikir)
- Cognition (menyimpan
informasi yang lama dan menemukan informasi yang baru).
- Memory Retention (ingatan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari).
- Memory Recording (ingatan
yang segera).
- Divergent Production (berfikir melebar atau banyak kemungkinan
jawaban/ alternatif).
- Convergent Production (berfikir memusat atau hanya satu kemungkinan
jawaban/alternatif).
- Evaluation (mengambil
keputusan tentang apakah suatu itu baik, akurat, atau memadai).
Content (Isi yang Dipikirkan)
- Visual (bentuk konkret atau gambaran).
- Auditory.
- Word Meaning (semantic).
- Symbolic (informasi dalam bentuk lambang,
kata-kata atau angka dan notasi musik).
- Behavioral (interaksi
non verbal yang diperoleh melalui penginderaan, ekspresi muka atau suara).
Contoh
: Sejak umur 3 tahun anak kecil sudah mampu membaca. 7 bulan
kemudian semua kata berbahasa Indonesia dapat dibacanya dengan baik. Layaknya anak di bangku
sekolah dasar. Karena jenis tulisan favoritnya adalah dongeng atau cerita anak,
ditambahkannya mimik dan intonasi untuk menggambarkan pembedaan tokoh. Lambat
laun kerap muncul pertanyaan seputar kata yang belum dipahaminya. Kadang
dilemparkannya dengan emosi, misalnya: “Kenapa sih, anak itu tidak mau
meminjamkan mainannya? Aku aja mau kasih pinjam mainan ke
teman-teman.”
Ilustrasi
riil di atas menggambarkan tercapainya parameter konten menurut struktur
kemampuan intelektual menurut Guilford (1982); digambarkan sebagai kelompok
(tipe) informasi, seperti: berwujud, simbolik, semantik, menggambarkan perilaku
dan merupakan interaksi nonverbal individu. Singkat kata, model ‘Guilford’
menunjukkan halaman yang sebenarnya tidak baru dalam pendidikan dan konsep
keberbakatan. Sebuah rasionalisasi pengamatan keberbakatan dari berbagai segi,
yang dihantarkan lewat metode mendongeng atau bercerita bagi anak. Dari sini
kita akan beranjak pada peran vital pendidikan dalam menentukan tidak hanya
keberlangsungan masyarakat, namun juga mengukuhkan identitas individu dalam
masyarakat.
Product (Hasil Berfikir)
- Unit
(item tunggal informasi).
- Kelas
(kelompok item yang memiliki sifat-sifat yang sama).
- Relasi
(keterkaitan antar informasi).
- Sistem
(kompleksitas bagian saling berhubungan).
- Transformasi
(perubahan, modifikasi, atau redefinisi informasi).
- Implikasi
(informasi yang merupakan saran dari informasi item lain).
·
Teori
Kognitif
Stenberg (1985) menggunakan teori komponen berdasarkan alur
proses-proses kognitif yang terlibat di dalamnya. Teori komponen ini sering
disebut teori pemrosesan informasi. Menurut teori Stanberg, inteligensi dapat
dianalisis kedalam lima komponen: metakomponen, komponen performansi, komponen
akuisisi, dan komponen transfer. Komponen-komponen ini merupakan langkah
–langkah yang harus ditempuh seseorang agar ia dapat memecahkan masalah.
Metakomponen
adalah proses pengendalaian yang terletak pada urutan yang lebih tinggi yang
digunakan untuk melaksanakan rencana, memonitor, dan mengevaluasi kerja di
dalam suatu tugas. Metakomponen menunjuk pada pengetahuan yang dimiliki
seseorang tentang bagaimana memecahkan suatu masalah. Oleh karena metakomponen
merupakan suatu dasar bagi begitu banyak tugas-tugas intelektual yang beraneka
ragam, Stanberg menganggap bahwa komponen ini terkait dengan inteligensi umum
manusia.
Metakomponen meliputi: 1) Mengenali (recognisi) bahwqa suatu
permasalahan muncul. 2) mengenali hanya pada hakekat masalah. 3) memilih
seperangkat urutan yang lebih rendah atau komponen bukan eksekusi bagi kinerja
dalam suatu tugas. 4) memilih strategi untuk mengerjakan tugas,
mengkombinasikan komponen-komponen pada urutan lebih rendah. 5) memilih salah
satu atau lebih mengenai representasi mental tentang informasi. 6) memutuskan
bagaimana mengalokasikan sumber-sumber perhatian. 7) memonitor atau memantau
jalur yang ditempuh kinerja tugas, apa yang telah dilakukan, dan yang perlu
dilakukan. 8) memahami umpan balik internal dan eksternal berkaitan dengan
kualitas kinerja dalam tugas. 9) Mengetahui bagaimana tindakan atas umpan balik
yang diterima itu dan berakhir. 10) mengimplementasikan tindakan sebagai hasil
dari umpan balik itu.
Komponen kinerja adalah proses-proses
pada urutan lebih rendah yang digunakan untuk melaksanakan berbagai strategi
bagi kinerja dalam tugas. Tiga contoh komponen-komponen ini adalah: 1) enconding terhadap suatu stimulus. 2)
inferring (penarikan
kesimpulan) mengenai hubungan-hubungan antara dua stimulus yang serupa pada
bagian-bagian tertentu dan berbeda pada bagian-bagian lainnya. 3) applying (penerapan) kesimpulan itu
terhadap situasi baru.
·
Komponen-
komponen perolehan pengetahuan
Komponen- komponen perolehan pengetahuan adalah proses-
proses yang terlibat dalam mempelajari informasi baru dan penyimpanannya di
dalam ingatan. Koponen ini meliputi :
- Selective
encoding (pemberin kode secara selektif), yaitu informasi baru yang
relevan diambil atau dipisahkan dari informasi baru yang tidak relevan.
- Selective
combination , yatiu informasi yang telah diberi kode secara selektif
kemudian dikombinasikan menurut cara- cara tertentu untuk memaksimalkan
hubungan.
- Selective
comparison, yaitu apa yang telah dikombinasikan itu lalu dihubungkan
dengan informasi yang sudah tersimpan di dalam ingatan, untuk
memaksimalkan hubungan struktur pengetahuan yang sebelumnya sudah
dibentuk.
Ketiga komponen itu saling berintekasi untuk mencapai pemecahan
masalah atau tujuan lain, dan dapat digambarkan interaksinya melalui empat cara
yaitu:
- Diaktifkan
langsung oleh komponen lain
- Diaktifkan
secara tidak langsung oleh komponen lain melalui perantara komponen ketiga
- Umpan
balik langsung diberikan oleh komponen lain
- Umpan
balik tidak langsung diberikan kepada suatu komponen terhadap yang
lain melalui perantara komponen ketiga.
Menurut Stenberg diajukan enam sumber pertanyaan individu
dalam memproses informasi :
- Komponen
- Aturan
kombinasi untuk komponen
- Urutan
proses komponen
- Model
proses komponen
- Waktu
komponen atau akurasi
- Representasi
mental pada tindakan komponen
Masih menurut pandangan kognitif Stenberg , 1985a kemampuan-
kemampuan mental atau inteligensi manusia meliputi :
- Kemampuan
verbal- pemahaman dan kelancaran verbal (bahasa)
- Kemampuan
kuantitatif- berhitung, komputasi, dan pemecahan masalah
- Kemampuan
belajar- pembentukan konsep, menggunakan pengetahuan dan transfer jarak
jauh
- Kemampuan
penalaran induktif- analogi dan generalisasi
- Kemampuan
penalaran deduktif- silogisme kategorik, silogisme linier, dan penalaran
kondusional
- Kemampuan
ruang (spatial ability)- orientasi ruang, hubungan- hubungan keruangan dan
visuaisasi ruang
Inteligensi menurut senberg ini tidak terlalu berbeda dengan
apa yang dikemukakan oleh Nickerson, Perkins dan Smith, perbedaan yang paling
penting adalah kemampuan kuantitatif dan kemampuan ruang.
·
Teori
inteligenesi majemuk (multiple intelligences)
Teori ini dikembangkan oleh Howard Gadner pada awal tahun
1980-an. Ia tidak puas dengan model kecerdasan tunggal yang didasari oleh
konsep IQ (intelligent quotient) yang secara traditional dipegang teguh.
Sebelum mengembangkan teorinya, Garner (2003) telah melakukan serangkaian
penelitian dan pengamatan tehadap orang- orang normal dan tidak normal.
Berdasarkan hasil penelitian tersebutlah dikembangkan teori inteligensi majemuk
(multiple intelligences). Menurut Gardner inteligensi didefinisikan sebagai
kemampuan untuk menyelesaikan atau memecahkan masalah dan menciptakan produk
(karya). Dalam teorinya ia mengemukakan, paling sedikit tujuh jenis inteligensi
atau kecerdasan yang dimiliki manusia secara alami antara lain :
ü
Inteligensi bahasa (verbal or
linguistic intelligence)
Inteligensi bahasa adalah kemampuan memaanipulasi kata- kata
di dalam bentu lisan dan tulisan, misalnya membuat puisi.
ü
Inteligensi matematika- logka
(mathemaical- logical intelligence)
Kemampuan memanipulasi sistem- sistem angka dan konsep-
konsep menurut logika, disamping juga ilmu pengetahauan.
ü
Inteligensi ruang (space
intelligence)
Kemampuan untuk melihat dan memanipulasi pola- pola dan
rancangna- rancangan.
ü
Inteligensi gerak tubuh (bodily-
kinesthetic intelligence)
Kemampuan untuk menggunakan tubuh dan gerak.
ü
Inteligensi intrapersonal
Kemampuan untuk memahami perasaan- perasaan sendiri,
refleksi pengetahuan batin dan filosofinya.
ü
Inteligensi ekstrapersonal
Kemampuan memahami orang lain, pikiran maupun perasaan-
perasaannya.
Orang-
orang yang sukses di dalam suatu bidang atau kehidupan memrlukan kombinasi
kecerdasan. Oleh karena setiap peran budaya memerlukan
beberapa inteligensi, maka penting untuk menganggap setiap individu atau
orang memiliki sekumpulan inteligensi, bukan memiliki inteligensi untuk
menyelesaikan masalah tunggal yang dapat diukur secara langsung melalui tes
yang menggunakan pensil dan kertas seperti yang sudah lazim di dalam tes- tes
inteligensi.
Sebuah
penelitian oleh Jone dan Day (1997) yang membedakan inteligensi akademik dan
inteligesi non akademik. Penellitian ini dimaksudkan untuk menguji apakah
memang berbeda antara inteligensi akademik dan inteligensi kognitif sosial.
Inteligensi akademik meliputi kemampuan pengetahuan sosial deklaratif dan
prosedural, misalnya pengetahuan tantang apa saja yang terjadi dan yang harus
dilakukan, atau dikatakan di dalam situasi- situasi sosial yang sudah familiar
secara akademik. Sedangkan inteligensi non akademik meliputi inteligensi
praktis, sosial, interpersonal dan intrapersonal.
Penelitian
tersebut menemukan bahwa pengetahuan sosial yang mengkristal (crystalized
problem solving) tidak dapat dibedakan dengan pemecahan- pemecahan masalah
akademik (academic problem solving). Hasil dari data yang diberikan dari guru
bahwa penerapan ilmu pengetahuan secara fleksibel merupakan aspek penting dari
kompetensi sosial. Suatu kemmampuan manusia utnuk menerapkan sengetahuan sosial
secara fleksibel tehadap situasi- situasi sosial yang dijumpai. Maka dapat
disimpulkan bahwa adanya perberdaan adara inteligansi sosial san inteigensi
akademik.
Hasil penelitian tersebut didukung oleh teori Gardneryang
diantaranya dikemukakan adanya jenis inteligensi intrapersonal dan inteligensi
interpersonal. Kedua inteligensi ini dikembangkan lagi oleh Goleman (1996)
digabungkan atau dikembangkan menjadi satu jenis inteligensi yang disebut inteligensi
emosional (emotional intelligences). Inteligense yang dimaksud meiputi lima
wilayah, yaitu:
- Kemmapuan
mengenali emosi diri
- Mengelola
emosi
- Memotivasi
diri
- Mengenali
emosi orang lain
- Membina
hubungan
Berkaitan dengan inteliggensi emosional ini, Caruso, Mayer,
dan Salovery (2002) telah melakukan penelitian untuk menguji apakah inteligensi
emosional termasuk dimensi kemampuan atau kepribadian. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa inteligensi emosional merupakan bagian dari kemampuan mental
manusia (human mental ability) atau inteligensi, dan relatif terpisah dari
sifat- sifat kepribadian (personality traits).
·
Intelegensi
dan Pemrosesan Informasi
Barangkali suatu cara yang lebih mudah untuk mengetahui atau
memperkirakan apakah seseorang memiliki intelegensi tinggi atau tidak, kita
dapat mengamati secara langsung pada waktu orang itu memproses informasi.
Apakah perilaku orang itu menunjukkan indikator-indikator penting dari suatu
perilaku inteligen. Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai kemampuan
memproses informasi, maka indikator-indikator penting itu paling sedikit adalah
berkaitan dengan ingatan jangka pendek, pengetahuan umum, penalaran dan
pemecahan masalah, dan perilaku adaptasi (Schunn dan Reder, 2001; Solso, 1987).
Ingatan jangka pendek. Orang-orang yang memiliki inteligensi tinggi cenderung lebih
cepat dan akurat di dalam memproses informasi jika dibandingkan dengan mereka
yang memiliki inteligensi rendah. Hal ini berlaku pada proses menggali kembali
atau me-recall pengetahuan dari
ingatan. Mereka yang memiliki inteligensi tinggi lebih efisien atau baik di
dalam encoding informasi
daripada mereka yang memiliki intelegensi rendah.
Pengetahuan umum (general
knowledge). Sejak awal pengembngan tes-tes
inteligensi, pengetahuan umum merupakan bagian penting dari inteligensi
manusia. Kemampuan menyimpan informasi di dalam ingatan dalam bentuk skemayang
terorganisasikan dengan baik dan mengakses kembaliinformasi itu secara efisien,
merupakan karakteristik penting dari inteligensi.
Penalaran dan pemecahan masalah
(reasoning and problem solving). Hampir
semua orang sepakat bahwa kemampuan penalaran dan pemecahan masalah merupakan
komponen penting dari inteligensi manusia. Pemisahan keduanya sebenarnya lebih
ditujukan untuk keperluan analisis. Penalaran dicirikan adanya usaha
mengkombinasikan elemen-elemen informasi yang diketahui
untuk menghasilkan informasi baru. Informasi dapat datang dari eksternal (luar)
misalnya buku, televisi, surat kabar, dan orang lain, atau internal (dari dalam
diri) yakni pengetahuan yang telah disimpan di dalam ingatan.
Adaptasi (adaptiveness). Tingkat inteligensi seseorang juga dapat dilihat dari
kemampuan beradaptasi. Kemampuan beradaptasi merupakan suatu kemampuan yag
sangat kompleks, karena di dalamnya melibatkan sejumlah fungsi intelektual
misalnya penalaran, ingatan kerja, dan belajar keterampilan. Dalam hal ini,
adaptasi didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan strategi (strategy adaptivity) dengan perubahan
tuntutan tugas atau lingkungan (termasuk lingkungan baru).
Berkaitan dengan kemampuan adaptasi ini Schunn dan Reder
(2001) mengadakan serangkaian penelitian eksperimental terhadap sejumlah orang
di laboratorium pelatihan di pusat angkatan udara Brooks AS. Mereka diberi
tugas memecahkan masalah yang menuntut perubahan strategi seorang pilot ketika
hendak melakukan pendaratan sebuah pesawat di landasan pacu. Berdasarkan
hasil-hasil penelitian ini kemudian mereka menyimpulkan bahwa beberapa faktor
yang dapat dijadikan sebagai prediktor yang baik bagi perilaku adaptasi adalah
: (1) Keterampilan penalaran induktif dan kemampuan belajar keterampilan.
Keduanya dapat memprediksi apakah orang-orang melakukan adaptasi atau tidak.
(2) Kapasitas ingatan kerja (working
memory), keterampilan penalaran induktif, dan kemampuan belajar fakta,
ketiganya dapat memprediksi seberapa banyak mereka melakukan adaptasi. (3)
Kemampuan belajar keterampilan dan kecepatan memproses informasi, keduanya
dapat memprediksi seberapa cepat mereka melakukan adaptasi.
Hasil-hasil penelitian eksperimen ini memperkuat pemikiran
bahwa kemampuan beradaptasi terutama menghadapi perubahan tuntutan tugas dan
lingkungan yang baru merupakan indikator sangat penting bagi perilaku
inteligen. Makin tinggi intelegensi seseorang, makin cepat dan efektif di dalam
menentukan strategi beradaptasi dengan perubahan tugas dan lingkungan yang
baru.
C. Peran Inteligensi bagi kehidupan manusia
Sejak
100 tahun yang lalu “inteligensi umum” (general
intelligence) pertamakali diperkenalkan oleh Spearman pada tahun 1904
sampai sekarang, inteligensi (IQ) masih dianggap relevan ketika orang hendak
membicarakan tentang kemampuan mental umum (GMA – General Mental Ability or Cognitive ability). Inteligensi
merupakan sesuatu yang sangat berguna untuk memahami manusia secara utuh (Whole Person). Setelah berkembang
psikologi modern – positive psychology
– maka sangat pentng bagi ahli-ahli psikologi memanhami psikologi umum.
Untuk memelihara kreativitas dan bentuk-bentuk optimal perkembangan psikologis
manusia pada umumnya (Lubinski, 2004). Selain itu, inteligensi umum juga
berperan penting dalam pencapaian kualitas hidup atau kesehatan dan kesuksesan
seseorang di dalam dunia karir serta akademik.
Pandangan
tersebut didasarkan pada hasil-hasil penelitian selama ini yang dihimpun oleh
para penulis dalam artikel-artikel edisi khusus (Journal of Prsonality and Social Psychology, Volume 86, 2004),
guna memperingati satu abad (100 tahun) setelah Spearman memperkenalkan
inteligensi umum sebagai kemampuan kognitif manusia.
Secara
umum hasil penelitian itu menunjukkan peran penting inteligensi umum (G-factor,
seperti yang diukur melalui tes-tes inteligensi umum) di dalam pencapaian
karir, kinerja jabatan, kreativitas, prestasi akademik, dan kualitas kesehatan
seseorang. Misalnya, hasil-hasil penelitian yang dihimpun oleh Schmidt dan
Hunter (2004) menunjukkan bahwa inteligensi umum (GMA – General Mental Ability) dapat memprediksi penacapaian jabatan
dan kinerja sseseorang dalam dunia kerja. Disamping itu, hasil-hasil penelitian
tersebut juga menunjukkan bahwa, inteligensi umum (GMA) berkorelasi lebih
tinggi dengan kinerja jabatan daripada bakat atau kemampuan khusus.
inteligensi
juga berpengaruh terhadap kualitas kesehatan seseorang dan hidup pada umumnya.
Hasil-hasil penelitian yang dihimpun oleh Deary, dkk (2004) menunjukkan bahwa
inteligensi (yang diukur) ketika usia anak-anak dapat menjadi prediktor yang
handal bagi kualitas kesehatan mereka ketika pada usia tua dan kematian. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa anak-anak yang memiliki inteligensi (IQ) tinggi,
ketika memasuki usia tua cenderung memiliki kesehatan lebih baik dan berumur
lebih panjang apabila dibandingkan dengan mereka yang memiliki inteligensi
rendah.
D. Inteligensi Sebagai Faktor Genetik atau Lingkungan
Pertanyaan
mengenai apakah inteligensi merupakan kemampuan genetik (faktor keturunan) atau
faktor lingkungan, sampai saat ini masih dalam perdebatan. Kecenderungan
hasil-hasil penelitian genetik menunjukkan bahwa baik faktor genetik atau
keturunan (herditas) maupun lingkungan memberi andil terhadap inteligensi yang
dimiliki seseorang. Meski demikian, faktor genetik memberi andil yang lebih
besar (berkisar antara 50%-80%) terhadap inteligensi seseorang daripada faktor
lingkungan. Didalam perspektif perkembangan, pengaruh terbesar dari lingkungan
terhadap inteligensi terjadi ketika masa anak-anak (childhood), kemudian
mengalami penurunan setelah umur mereka bertambah dewasa. Sebaliknya, makin
bertambah dewasa usia anak maka faktor genetik makin besar pengaruhnya terhadap
inteligensi (Plomin & Spinath, 2004).
BAB III
PENUTUP
·
Kesimpulan
Di
dalam perpektif pemrosesan informasi, inteligensi merupakan bagian dari
proses-proses kognitif yang lebih tinggi. Inteligensi adalah kemampuan
intelektual manusia, dan dapat disebut sebagai kemampuan memproses informasi,
memahami informasi, menyimpannya sebagai pengetahuan dalam bentuk yang
terorganisasikan secara baik, kemudian mengakses informasi untuk merespon suatu
tugas.
Inteligensi
manusia dapat meliputi kemampuan memahami, mengklasifikasikan objek-objek,
menalar secara logis baik deduktif maupun induktif, beradaptasi atau belajar,
dan mengembangkan konsep-konsep tentang sesuatu dan menggunakannya untuk
menerangkan dan menginterpretasi kejadian-kejadian di lingkungannya.
Teori
inteligensi dapat dibedakan : teori faktor dan teori kognitif atau pemrosesan
informasi. Dewasa ini para ahli mulai memandang bahwa inteligensi manusia bukan
bersifat tunggal seperti pada IQ, tapi bermacam-macam dan berjumlah banyak,
sehingga melahirkan teori-teori baru, misalnya inteligensi majemuk, inteligensi
sosial, dan inteligensi emosional.
Indikator
perilaku inteligen antara lain adalah kecepatan memproses informasi dan
mengakses informasi yang tersimpan di dalam ingatan, menalar sesuatu dengan
baik dan logis, serta memecahkan masalah-masalah praktis.
Berdasarkan
hasil-hasil penelitian yang dihimpun para ahli, inteligensi umum (IQ) mempunyai
peran penting di dalam aspek kehidupan manusia, misalnya pencapaian karir,
kinerja jabatan, prestasi akademik, kreativitas, dan kualitas kesehatan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://ebookbrowse.com/intelegensi-dalam-psikologi-kognitif-pdf-d351730634
http://psych.athabascau.ca/html/aupr/cognitive.shtml
http://en.wikipedia.org/wiki/Intelligence
http://www.questia.com/library/3764439/cognitive-psychology-and-artificial-intelligence-theory